Minggu, 24 April 2011

HUBUNGAN DEMOKRASI DI INDONESIA DENGAN RUTE OF LAW

Indonesia yang memiliki keragaman budaya suku bangsa dan agama merupakan sebuah kekayaan yang patut untuk di banggakan karna tidak dimiliki negara-negara lain, untuk mengatur keragaman itu setelah indonesia memproklamirkan diri sebagai bangsa yang merdeka dirumuslah dalam sebuah dasar negara yang bernama “Pancasila” yang terdiri dari lima sila, diantaranya, ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dari lima sila ini memiliki keterkaitan satu sama lain yang intinya adalah menjamin kesamaan hak dari sluruh rakyat inidonesia meskipun dalam kerangka perbedaan suku bangsa, budaya dan agama agar tidak terpecah belah.

Pancasila yang merupakan dasar negara mencerminkan negara indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nialai-nilai demokrasi. Pewujudan dari pancasila dirumuskan pula UUD 1945 yang di dalamnya termakhtuf seluruh cita-cita negara demi menuju bangsa yang sejahtera dan bermarwah. Untuk mewujudkan cita-cita demorasi tersebut perlu di terapkan unsur motor penggerak se efektif dan semaksimal mungkin diantaranya penegakan hukum yang tidak pandang bulu yang kita kenal dengan istilah “Supremasi Hukum (Rule Of Law)” sebagai dasarnya.

Istilah supremasi hukum sudah sangat sering kita dengar dan menjadi pembahasan hangat ditengah-tengah kalangan para ahli hukum baik dari kalangan lembaga penegak hukum, akademisi, maupuk di kalangan aktivis, sampai publik secara keselurhan juga sudah sangat sering mendengar istilah ini. Pertanyaannya “apakah supremasi hukum sudah benar-benar terlaksana??”

Secara sederhana dapat kita pahami arti dari Supremasi hukum yaitu penerapan dan penegakan hukum yang menyeluruh dan tegas berlaku untuk seluruh elemen yang menjadi objeknya. Maksudnya penegakan hukum yang tidak memandang bulu tidak adanya dikotomi antara yang lemah dan yang kuat sekalipun dia seorang penguasa atau pelaksana dari hukum itu sendiri, ketika hukum yang diberlakukan untuk keseluruhan maka semua objek hukum harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan hukum tersebut.

Sebagai bangsa yang menganut sistem demokrasi,maka untuk mewujudkan nilai-nilai demokrasi itu, supremasi hukum harus benar-benar dilaksanakan seefektif dan seefesien mungkin agar kemudian cita-cita dari demokrasi benar-benar dapat di wujudkan. Disinilah di tuntut peran seluruh elemen yang menjadi objek hukum, hukum bisa terlaksana dengan efektif apabila elemen-elemen ini berkomitmen dalam melaksanakan dan mematuhi ketentuan dari hukum tersebut. Elemen yang dimaksud yaitu seluruh warga negara, instansi penegak hukum bahkan penguasa.

Nilai-nilai demokrasi menjunjung tinggi kebebasan dan kesamaan hak warganya dan supremasi hukum menjadi dasar ujung tombak dalam mewujudkan itu. Dalam tradisi liberal dikatakan bahwa kebebasan sipil dan hak-hak sipil (yang mencakup kebebasan berpikir dan berpendapat, kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan beragama, serta kebebasan pers) akan sangat sulit diwujudkan jika hukum di sebuah negara tidak diberlakukan secara tegas dan pada semua orang, termasuk pejabat pemerintah. Dengan kata lain, supremasi hukum (rule of law) merupakan unsur utama yang mendasari terciptanya masyarakat yang demokratis dan adil.

Hubungan Demokrasi Dan Supremasi Hukum
Mengutip dari pendapat Fran-Magnis Suseno seorang dosen STF driyarkara. Beliau mengatakan, Hubungan antara demokrasi dan negara hukum ada dua kemungkinan. Dalam sejarah, misalnya sejarah Inggris, Prancis, dan Jerman, yang pertama tercipta adalah Negara hukum. Artinya untuk melawan raja-raja yang otoriter, dikatakan bahwa mereka terikat hukum, dan bahwa hukum itu suci, dan dari keterikatan hukum itu kemudian diperluas kebebasan demokratis sampai kemudian betul-betul tercipta demokrasi.

Demokrasi memperkuat negara hukum karena dengan itu dimungkinkan untuk mengkritik setiap tindakan yang melanggar hukum. Jadi kekuasaan hukum itu masih rawan kalau tidak ada demokrasi.

Tapi di banyak negara, termasuk Indonesia menurut saya, jalannya adalah sebaliknya. Kita bertolak dari situasi feodal, lalu kolonialistik, lalu muncul pemimpin populistik di mana penguasa menciptakan keteraturan. Lalu terhadap itu, lama-lama diperjuangkan demokrasi. Di Indonesia ada 2 gelombang, setelah proklamasi, dan setelah 1998 kita mulai lagi. Namun supremasi hukum waktu itu masih jauh dari established. Baik di Orla maupun Orba, pemerintah dengan mudah memakai hukum untuk kepentingannya.

Setelah pemilu 1999 dan kemudian 2004, negara hukum masih rawan. Dan ada kecenderungan bahwa mereka yang terpilih di legislatif dan eksekutif itu dengan menggunakan cara-cara curang, dagang sapi. Dalam demokrasi itu perlu supremasi hukum, agar dagang sapi itu diganti dengan cara-cara yang benar.

Demokrasi itu menunjang terciptanya negara hukum. Karena betapapun lemahnya struktur demokratis, karena di situ ada kebebasan untuk berpendapat dan mengkritik, maka pelanggaran hukum, penyelewengan hukum akan dikritik. Dengan demikian, kepastian hukum naik dan kemudian para hakim akan jadi lebih berani.

Dalam banyak negara, demokrasi mendahului negara hukum yang ideal dan merupakan faktor yang mendukungnya.

Dari pendapat frans magnes suseno ini dapat kita pahami hubungan antara demokrasi dan supremasi hukum sangat memiliki keterkaitan yang sangat erat. Demokrasi menjamin kebebasan dan kesamaan hak warga negaranya (berpendapat, berserikat, hak kelansungan hidup serta kebebasan mengkritik) dan itu terwujud karna adanya perlindungan dari hukum sementara hukum bisa terlaksana karna adanya kebebasan warga masyarakat mengkritisi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan penguasa dari kaedah hukum sebenarnya.

Indonesia dalam konteks kekinian yang memang mengalami masa transisi dari pemerintahan yang otoritarian menggunakan hukum untuk memenuhi kepentingan menuju demokrasi yang sebenarnya, perguliran ini dimulai dari pecahnya reformasi 98 dengan kekuatan massa rakyat dalam menumbangkan rezim yang otoritarian. Namun demokrasi yang di harapkan bisa benar terwujud justru malah kebabalasan karna tidak di imbangi dengan penerapan supremasi hukum yang tegas. Dari sisi demokrasi benar ada sedikit perbaikan dari sebelumnya terbukti warga negara diberikan kebebasan dalam menyampaikan pendapat, berserikat dan memproleh kesempatan yang sama sebagai warga negara untuk berkarya. Dari sisi hukum masih lemah dalam penerapannya hinggakan antara demokrasi yang diterapkan tidaka menjadi seimbang dengan ketegasan hukum, oleh karenanya terjadi kesenjangan. Elit-elit politik dengan kepentingan politiknya memanfaatkan kelemahn hukum dalam mewujudkan kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan.

Dikotomi antara yang lemah dan yang kuat masih tetap berlangsung, hukum menjadi momok yang sangat di takuti oleh orang-orang yag lemah dan menjadi dewa penolong bagi mereka yang mendaptkan pembelaan hukum, mafia peradilan di tubuh lembaga penegak hukum, para koruptor makin meraja lela merampok uang rakyat hal ini tidak lain dikarnakan supremasi hukum masih benar-benar terlaksana dengan sebaik-baikya. Hukum malah di jadikan pemuas kepentingan penguasa. Selamta kan negara kita dengan mewujudkan supremasi hukum yang masih hanya dalam wacana belaka. Bravo..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar